Ath Thoghut


Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thoghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS. An-Nahl: 36)

1. Para rasul diutus Allah agar umatnya men-tauhid-kan Allah dan menjauhi Thoghut. Mari kita renungkan arti kata menjauhi اجتنب (ijtanaba). Waijtanibuu; Dan Jauhilah! Misalnya kita sedang melihat ada bangunan yang sedang dilalap api, lalu karena penasaran maka kita beranikan diri untuk mendekatinya, kemudian ada yang berteriak," Hei jangan dekat-dekat api nanti kamu terbakar!" Kalimat ini menyuruh kita untuk menjauhi api tersebut agar kita tidak ikut terbakar dan hangus seperti bangunan tersebut, atau minimal kita akan merasakan panasnya api tersebut. Tapi ada orang yang berani untuk mendekati api yang sedang berkobar melalap bangunan, siapakah? Yakni Petugas Pemadam Kebakaran yang telah terlatih untuk ditugaskan menjinakkan api. Lalu apa yang terjadi jika tidak ada PMK? Dapat dipastikan api akan menjalar dengan cepat ke bangunan yang lain. Dan semakin lama api itu padam maka kerusakan dan kerugian yang diakibatkan akan semakin besar.

Itulah mengapa Allah mengutus para rasul agar umatnya menjauhi thoghut, karena menjauhi thoghut merupakan bagian dari ketauhidan kepada Allah; walaqad ba'atsnaa fii kulli ummatin rasuulan ani u'buduullaaha waijtanibuuhthaaghuut. Karena umat yang mendekatkan diri kepada thoghut adalah umat yang rusak, umat yang butuh pertolongan, dan umat yang tidak mentauhidkan Allah. Waijtanibuu; Dan Jauhilah! Sering para orang tua berkata, "Lebih baik kamu jauhi berteman/dekat dengan dia". Mengapa orang tua melarang anaknya untuk menjauhi anaknya berteman dengan si fulan? Karena orang tua itu "khawatir", khawatir perilaku si anak akan menyerupai temannya tersebut (lihat QS. 25:27-28). Khawatir disini dimaknai sebagai suatu bentuk kasih sayang. Lalu mengapa Allah mengutus rasul-rasulnya? Karena Allah khawatir umat para rasul tidak mentauhidkan diri-Nya dengan cara mendekati Thoghut, dan sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada umat para rasul. Apakah bisa masuk surga orang-orang yang tidak mentauhidkan Allah? Apakah itu bukan bentuk kemusyrikan? (lihat QS. 4:48, 31:13).

2. Man hadaallaahu waminhumman haqqat 'alayhidhdhalaalah; Maka siapa yang diberi petunjuk oleh Allah dan di antara mereka siapa pula yang pasti tersesat. Di antara umat para rasul ada yang diberi petunjuk untuk menjauhi thoghut dan ada pula yang tersesat karena tidak menjauhi thoghut. Lawan kata dari petunjuk = هداية hidaayatun/hidayah adalah الضالين (adl-dlaalliin) = yang tersesat. Kata "Man" untuk menegaskan siapa yang telah menerima hidayah Allah dengan cara menjauhi thoghut. Maka siapa yang menjauhi thoghut itulah orang yang diberi hidayah oleh Allah, orang yang mentauhidkan Allah. Lalu siapa yang mendekati Thoghut maka itulah orang yang sudah pasti tersesat, karena tidak mentauhidkan Allah.

3. Fasiiruu fiil-ardhi fanzhuruu kayfa kaana 'aaqibatulmukadzdzibiin; Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikan bagaimana akibatnya orang-orang yang berdusta. Allah menyuruh kita untuk memperhatikan, melihat dengan seksama/teliti (fanzhuruu) akibat dari orang-orang yang berdusta/ingkar/khianat kepada rasul-rasul. Maka orang yang mendekatkan diri kepada thoghut adalah orang ingkar kepada rasul-Nya, orang yang tidak mau menerima petunjuk Allah melalui rasul-Nya. Apa akibat yang dihasilkan orang-orang yang mendustakan para rasul? Fasiiruu fiil-ardh (berjalanlah kamu di muka bumi!).

Dan banyak kerusakan lainnya -di segala aspek- akibat mendustakan rasul-rasul- dengan tidak mengingkari thoghut, mendekatkan diri kepada thoghut, menjadi bagian dari thoghut, dan menjadi thoghut itu sendiri.

“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bersilang, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka akan beroleh siksaan yang besar.” (QS. Al-Mâ`idah : 33)

Katakanlah: "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)."

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Segala bentuk kerusakan yang terjadi di dunia saat ini merupakan efek domino dari eksistensi thoghut. Seminar-seminar atau kampanye-kampanye yang diusung oleh para aktivis dengan tujuan untuk mengadakan perbaikan di satu bidang tertentu, ibarat menyibukkan diri untuk menghilangkan asap. Padahal tidak ada asap tanpa adanya eksistensi wujud api. Seberapapun kuatnya tekad dan usaha mereka untuk menghilangkan asap, maka asap tersebut akan hilang dalam periode yang relatif sangat singkat, dan setelah itu akan muncul kembali dengan asap yang lebih besar seiring dengan menjalarnya api. Meskipun panas lagi membahayakan, mau tidak mau api tersebut haruslah padam sebelum ia meluas dan semakin membesar hingga semakin sulit untuk dipadamkan.

A. PENGERTIAN

Di dalam dunia Pewayangan Jawa, terdapat tokoh wayang yang bernama Togog/Thogo. Wayang Togog digambarkan dengan perut yang buncit berperawakan pendek, bermata juling, mulutnya tonggos hampir menyerupai paruh bebek, ompong, botak, rambutnya hanya sedikit di sekitar tengkuk, suaranya besar. Biasanya para dalang wayang jika menyuarakan suara togog dengan cara suara dalam leher dibesarkan. Pakainnya batik jenis kain slobog, bersenjatakan keris dan wedung serta memakai gelang. Nama lain Togog adalah Ki Lurah Wijayamantri, saudara tua dari Ki Lurah Semar, oleh sebab itu biasanya Ki Lurah Semar memanggil Togog dengan sebutan Kang Togog. Tokoh Togog dalam pewayangan diciptakan oleh Sunan Kalijaga yang menyiarkan Islam di tanah Jawa melalui pendekatan kesenian dan budaya.

Kata Togog diambil dari bahasa arab "thogho" yang berarti melampaui batas, sama halnya dengan kata thoghut (bentuk jamak). Peranan Togog dalam lakon pewayangan selalu menghamba kepada Rajanya Raksasa yang jahat, yang didalam istilah pedalangan disebut “Bala Kiwa” yang artinya “Golongan Kiri”. Di dalam Al-Qur`an istilah golongan kiri disebut “Ashabusy Syimal”, yang dijelaskan dalam surat Al-Waqiah ayat 41:


Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu?

Dalam surat Al-Waqi`ah (56: 41-87) dijelaskan perilaku-perilaku dari Ashabusy Syima sebagai berikut:

1. Hidup bermewah-mewah
2. Terus menerus melakukan dosa besar
3. Tidak mensyukuri nikmat Allah
4. Meremehkan Al-Qur`an
5. Mendustakan Allah
6. Jauh dari Allah.


Kata thogho juga dijelaskan di dalam surat An-Nazi`at ayat 17:


Pergilah kamu kepada Fir'aun, sesungguhnya dia adalah thogho (telah melampaui batas).

Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir'aun yang menyembunyikan imannya berkata: "Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: "Rabbku ialah Allah padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Rabbmu. Dan jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu". Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta. (QS. Al-Mukmin: 28)


Allah menyuruh Nabi Musa AS untuk memperingatkan Fir`aun yang telah melampaui batas di negerinya. Karena Posisi Fira`aun sebagai thogho dan Kerajaan beserta simbol dan aparaturnya sebagai thoghut. Sedangkan Nabi Musa sebagai rasul yang ditugaskan Allah untuk menyeru penduduk di negeri Fir`aun agat mentauhidkan Allah dan menjauhi thoghut.

Secara istilah Thoghut adalah segala yang dilampaui batasnya oleh hamba, baik itu yang diikuti atau ditaati atau diibadati.

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: "Thoghut adalah segala sesuatu yang dilampaui batasnya oleh seorang hamba baik yang diibadati atau ditaati. Thoghut setiap kaum adalah orang yang mana mereka berhukum kepada selain Allah dan Rasul-Nya, atau mereka mengibadatainya selain Allah atau mereka mengikutinya tanpa bashirah (penerang) dari Allah atau mereka mentaati dalam apa yang tida mereka ketahui bahwa itu adalah ketaatan kepada Allah. Inilah Thoghut thoghut dunia, bila engkau mengamatinya dan mengamati keadaan keadaan manusia bersamanya maka engkau melihat mayoritas mereka berpaling dari menyembah Allah kepada menyembah Thoghut dan dari berhakim kepada Allah dan Rasul-Nya kepada berhakim kepada thaghut serta dari mentaati Allah serta mengikuti Rasul-Nya menjadi mentaati thoghut serta mengikutinya”. (I’lamu Al Muwaqqi’in, I / 50).

B. KLASIFIKASI THOGHUT

Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab berkata: ”Thoghut itu luas : setiap yang diibadati selain Allah dan dia ridha dengan peribadatan itu baik yang diibadati atau diikuti atau ditaati bukan ada ketaatan terhadap Allah dan Rasul-Nya maka ia adalah thoghut. Dan thoghut itu banyak sedangkan pimpinan mereka ada lima yaitu :

1. Syaitan, yang mengajak beribadah kepada selain Allah.

“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu. (QS. Yasin : 60)

"Dari (golongan) jin dan manusia." (QS. An-Nas : 6)

“Dan begitulah Kami jadikan bagi tiap nabi musuhnya berupa syaitan-syaitan manusia dan jin” (QS. Al An’am : 112)


Manusia yang mengajak manusia lain untuk beribadah kepada selain Allah dalam bentuk apapun, maka ia termasuk dari thoghut. Juga yang mengajak kepada selain din Islam kepada din-din bathil, maka ia dapat dikatakan sebagai thoghut, sebagaimana yang diperingatkan di dalam surat Al-Baqarah:

"Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah : 208)

Pengabdian kepada syaitan baik dalam bentuk ritual mistik seperti kemenyan, sesajen, dsb atau ritual sistemik berupa paham-paham ideologi di luar islam, dapat digolongkan sebagai bentuk ibadah kepada syaitan.

2. Penguasa yang zalim, yang merubah ketentuan-ketentuan Allah Ta’ala.

Al-Quran mengkisahkan tentang Fir`aun sebagai seorang penguasa yang zalim yang tidak mentauhidkan Allah dan tidak pula mengindahkan dakwah Nabi Musa As. Menurut para ahli sejarah, Fir`aun adalah sebutan bagi penguasa di Mesir, sedangkan nama Fir`aun pada masa Nabi Musa adalah Ramses II. Fir`aun adalah sebuah nama gelar penguasa, sama seperti gelar Caesar di Romawi, Kisra di Persia, Khan di Mongolia, Tsar di Rusia, dsb. Pada masa ini seorang penguasa diberi gelar Presiden.



Fir'aun berkata: "Sungguh jika kamu menyembah Tuhan (Ilah) selain aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan." (QS. Asy Syu`ara: 29)

Jika kita membaca teks ayat -bahasa Arab- tersebut, bentuk ketuhanan yang diklaim Fir`aun adalah ilah (AL ILAH) yang berasal dari kata Aliha yang memiliki banyak pengertian, diantaranya adalah Al Ma`bud (yang wajib diberikan loyalitas, ketaatan, dan kekuasaan). Sedangkan Al Ilah sendiri memiliki makna yang diharapkan, yang diikuti, yang dicintai, dan yang ditakuti. Dalam ayat di atas Fir`aun memberikan ancaman kepada Nabi Musa, jika Nabi Musa menjadikan ILAH selain dirinya maka ia akan mejebloskan Nabi Musa ke dalam penjara. Padahal sama-sama kita ketahui, bahwasannya Nabi Musa mengajak Fir`aun untuk mentauhidkan Allah, untuk meng-ilah-kan Allah semata. Namun Fir`aun menolak seruan Nabi Musa, bahkan memberi ancaman kemudian dilanjutkan dengan pengejaran yang berakhir dengan tenggelamnya Fir`aun beserta bala tentaranya di Laut Merah. Maka dapat kita ketahui bahwa Fir`aun adalah simbol kezaliman penguasa yang menolak petunjuk Allah. Fir`aun sendiri mengakui dirinya sebagai manusia (QS. 23:47), meminta doa kepada Nabi Musa agar dihilangkannya azab yang menimpa negerinya (QS. 7:134), meminta bantuan kepada tukang sihir untuk melawan Nabi Musa (QS. 26:40).
Maksud dari kata "menyembah" dalam QS. 26:29 adalah suatu bentuk pengabdian terhadap yang di-ilah-kan. Itulah sifat pemimpin thoghut dalam wujud penguasa zalim yang meng-ilah-kan dirinya. Padahal Allah telah manyatakan La Ilaha Ila Allah, tiada yang patut di-ilah-kan selain diri-Nya. Ketika telah mengakui tidak Ilah selain Allah, maka kita harus mengikuti petunjuk Allah yang telah disyariatkan melalui kitab-Nya (Al-Quran) sebagai loyalitas, ketaatan, dan kecintaan kita terhadap -Allah- yang ilah-kan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Di kala seseorang menghalalkan yang haram yang telah diijmakan atau merubah aturan yang sudah diijmakan, maka dia kafir lagi murtad dengan kesepakatan para fuqaha.” (Majmu Al Fatawa)

Pemimpin yang zalim yang tidak mengikuti petunjuk Allah dengan cara merubah aturan-aturan (hukum) yang telah disyariatkan, menghalalkan apa yang diharamkan, serta mengharamkan apa yang dihalalkan maka ia termasuk pemimpin thoghut. Pemimpin thoghut tidak selalu dalam wujud Pemimpin suatu negeri, bisa juga dalam wujud Ulama, Pendeta, atau Rahib.

“Mereka (orang-orang Nashrani) menjadikan orang-orang alimnya (ahli ilmu) dan rahib-rahib (para pendeta) mereka sebagai arbab-arbab selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”. (At Taubah: 31)

Dalam ayat ini Allah memvonis orang Nashrani dengan lima vonis:

1. Mereka telah mempertuhankan para alim ulama dan para rahib
2. Mereka telah beribadah kepada selain Allah, yaitu kepada alim ulama dan para rahib
3. Mereka telah melanggar Laa ilaaha illallaah
4. Mereka telah musyrik
5. Para alim ulama dan para rahib itu telah memposisikan dirinya sebagi arbab yang diibadahi.


di dalam hadits hasan dari ‘Adiy ibnu Hatim, ia datang -saat masih Nashrani- berkata: “Kami tidak pernah mengibadati mereka”. Di sini ‘Adiy ibnu Hatim dan orang-orang Nasrani merasa tidak pernah beribadah kepada alim ulama dan para pendeta, karena mereka tidak pernah sujud dan shalat kepadanya, dan mereka tidak paham apa yang dimaksud dengan peribadatan dan pentuhanan alim ulama dan pendeta itu, maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan hal itu seraya berkata: “Bukankah mereka menghalalkan apa yang Allah haramkan terus kalian ikut menghalalkannya, dan bukankah mereka mengharamkan apa yang Allah halalkan terus kalian ikut mengharamkannya?”, maka ‘Adiy berkkata: “Ya, benar”, maka Rasulullah berkata lagi: “Itulah bentuk peribadatan kepada mereka”. Yaitu: bukankah mereka membuat hukum dan kalian mematuhi atau menyetujui dan menjadikan hukum mereka sebagai acuan?, dan ‘Adiy mengiyakannya.

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thoghut, padahal mereka telah diperintah mengkafiri thoghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (QS. An Nisa’: 60)


3. Yang memutuskan perkara (hukum) dengan selain apa yang telah Allah turunkan, dalilnya adalah firman Allah ta’ala :

“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. Al Maaidah: 44)

4. Yang mengaku mengetahui perkara yang ghaib, dalilnya adalah firman Allah Ta’ala :

“(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui perkara ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang perkara ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhaiNya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjagapenjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (QS. Al Jin : 2627)

Dan Allah ta’ala berfirman :

“Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua perkara ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan,tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. Al An’am : 59)

Note : Hal Ghaib tidak sama dengan Perkara Ghaib. Hal Ghaib meliputi: jin, oksigen, frekuensi, energi, dsb (bisa di lihat/dirasakan/diukur). Sedangkan Perkara Ghaib meliputi : Allah, malaikat, ruh, dsb (manusia ataupun jin tidak ada yang mengetahuinya keculai Rasul yang diridhainya).

5. Yang diibadahi selain Allah sedang ia ridha dengan peribadatan itu, dalilnya adalah firman Allah ta’ala :

“Dan barangsiapa di antara mereka mengatakan: “Sesungguhnya aku adalah tuhan selain daripada Allah”, maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orangorang zalim. (QS. Al Anbiya’ : 29)

Dinukil dari risalah Makna atThoghut Wa Ruus Anwa’ihi tulisan Muhammad bin ‘Abdul Wahhab yang terdapat dalam kitab Majmu’ah At Tauhid terbitan Maktabah Ar Riyadh Al Haditsah halaman 260.

0 komentar:

Posting Komentar